Kamis, 30 September 2010

PENDIDIKAN UNTUK ANAK CERDAS+BERBAKAT ISTIMEWA

PERLUNYA PENDIDIKAN KHUSUS BAGI ANAK BERBAKAT DI INDONESIA

Istilah gifted pertama kali diperkenalkan oleh Guy M Whipple dalam Monroe’s Encyclopedia of Education untuk menunjukkan keadaan anak-anak yang memiliki kemampuan supernormal (Henry, 1920 dikutip dari Passow, 1985 Vol 25 No.1) . Berbagai istilah yang menunjuk pada keadaan gifted sebelumnya bermacam-macam. Seperti yang digunakan oleh William T.Haris tahun 1868 di St.Louis yaitu pupils of more than average capability, brilliant children, pupils of supernormal mentality, dan gifted. Demikian pula, ketika melakukan studinya di tahun 1869, Galton menggunakan istilah eminence, sedangkan Hollingworth (1926) menggunakan istilah gifted dan talented.
Menurut Hagen bahwa istilah gifted ditujukan untuk orang dengan kemampuan akademis tinggi dan istilah talented untuk orang dengan kemampuan unggul seperti dalam bidang seni, musik, dan drama. Masalah anak berbakat telah lama menjadi perhatian masyarakat dalam budaya manapun. Dengan mengetahui sejarah pembinaan anak berbakat (gifted), dapat diketahui pula hal-hal yang dilakukan orang sejak zaman dahulu terhadap anak berbakat tersebut. Misalnya, pada bangsa Yunani, khususnya di kalangan kelas menengah ke atas, anak laki-laki disekolahkan untuk dapat membaca, menulis, berhitung, dan sebagainya. Setelah anak meningkat besar, guru-guru professional dipanggil ke rumah untuk memberikan bimbingan matematika, logika, retorika, budaya umum dan keterampilan berdebat.
Dalam bukunya yang berjudul Republic, Plato memaparkan pandangannya tentang anak berbakat intelektual. Menurut Plato, ada tiga jenis manusia, yaitu jenis emas, jenis perak, dan jenis perunggu . Tiap-tiap jenis ini mempunyai peran tersendiri dalam masyarakat yang berbeda satu dengan yang lain. Jenis manusia emas adalah jenis manusia unggul, yang mempunyai kelebihan daripada jenis lainnya sehingga dikatakan oleh Plato anak-anak dari jenis emas ini sangat memerlukan pendidikan khusus dan amat diperlukan oleh negara untuk menduduki posisi yang penting. Plato menyebutkan bahwa kemampuan lebih yang dimiliki seseorang adalah suatu gift, yakni karunia dari Tuhan yang tidak boleh disia-siakan dan karena itu perlu diperhatikan khusus.
Penulis mengemukakan bahwa perilaku berbakat terdiri dari perilaku yang mencerminkan adanya interaksi dari ketiga kluster ciri dasar manusia yang meliputi:
1. Kemampuan baik di atas rata-rata/kemampuan umum:
Kemampuan tingkat tinggi dalam berpikir abstrak verbal dan numeral, hubungan spasial, ingatan, dan kelancaran kata-kata. Proses informasi yang otomatis, cepat, akurat, dan selektif dalam pencarian informasi.
2. Kreativitas :
Kelancaran, keluwesan, dan orisinalitas dalam berpikir. Peka terhadap detail, cita rasa seni dalam gagasan dan segalanya, mau bertindak dan bereaksi terhadap ransangan luar serta gagasan dan perasaan orang lain.
3. Tanggung jawab pada tugas / task commitment:
Kluster ketiga dari ciri yang konsisten ditemukan pada orang yang tergolong kreatif produktif adalah memiliki tanggung jawab, suatu bentuk halus dari motivasi. Melalui autobiografi, diungkapkan secara jelas bahwa salah satu faktor kunci keberhasilan orang tersebut adalah kemampuan mereka untuk secara total terlibat dalam pekerjaan yang ditekuni untuk waktu yang lama.
Kondisi pendidikan anak berbakat atau talented di Indonesia :
1. Belum adanya lembaga khusus
2. Belum adanya kurikulum khusus
3. Pembelajaran berfokus pada daya serap materi
4. Subsidi pemerintah sangat terbatas
Anak berbakat merupakan kekayaan masyarakat yang memerlukan pendidikan yang berbeda dari anak lain. Menurut John Fredrich Feldhusen (1985a) menyebutkan, perlunya anak berbakat intelektual diberi pendidikan khusus dengan alasan kebutuhan aktualisasi diri. Penulis mengutip kesimpulan pandangan Barbara Clark (1983) menyebutkan beberapa alasan anak berbakat (gifted) membutuhkan pendidikan khusus :
1. Keberbakatan muncul dari proses interaktif dimana tantangan dari ransangan lingkungan membawa keluar kapasitas yang dimiliki diri sendiri dan memprosesnya.
2. Anak berbakat dapat segera menemukan gagasan dan minat mereka yang berbeda dari anak sebayanya.
3. Kontribusi anak berbakat pada masyarakat berada pada seluruh aspek kehidupan, dan proporsional di dalam keseluruhan.
Dengan alasan-alasan tersebut dapatlah dilihat bahwa pemberian pelayanan pendidikan khusus bagi anak berbakat intelektual mencakup baik untuk dirinya sendiri maupun untuk lingkungan sekitarnya, masyarakat dan bangsa.

DAFTAR PUSTAKA :
1.H.A,Reni.2005.Identifikasi Keberbakatan Intelektual Melalui Metode Non-Tes.Jakarta: Grasindo
2. Anggai,dkk.2010.Psikologi Sosial.Jakarta: Lab.Sosial Politik UNJ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar